Tulisan ini harusnya sudah saya posting 3 minggu yang lalu. Tapi saya baru berkesempatan melanjutkan postingan ini setelah lama menunggu kiriman foto dari Meme. Dan demi misi mengikuti event menulis yang diadakan oleh @birokreasi, #7HariMenulis. Ah, langsung saja.

******

"Kalo minggu depan Semeru siap nggak kamu?"

Adalah pesan singkat dari Meme kala tengah malam itu yang membuat saya terlonjak dari tidur setelah membacanya sekilas. Lantas dengan cepat mengetik balasan, "SIAAAAPP!!"

Semeru? Duh, ini penantian saya selama 3 tahun yang sedari dulu cuma jadi wacana dan akhirnya kali ini, bak gayung bersambut. Dan tentu saja, antusias ini bukan gegara termakan euforia 5 Cm. BUKAN! Ini impian dari dulu sebelum saya mengenal 5 Cm, jauh. Saya tidak akan menyia-nyiakan tawaran tersebut, meskipun harus dengan pengorbanan menunda mengurus berkas-berkas TA yang harusnya diselesaikan minggu itu juga (yang akhirnya sampai tulisan ini diposting masih belum terurus juga).

Rabu, 26 Desember 2012
Berbekal carrier, matras dan sleeping bag yang serba pinjaman. Rabu pagi saya berangkat sendiri dari Surabaya menuju Malang dengan menumpang bus antar kota. Sesampainya di terminal Arjosari dengan dijemput Rijal, kami menuju kost Faruq yang akan menjadi tempat kumpul kami untuk mempersiapkan semua kebutuhan dan peralatan mendaki. Malamnya, setelah belanja logistik dan menyewa tenda, kami mengepack barang bawaan dan menyusun rundown, dimana kami merencanakan pendakian ini akan berlangsung selama 4 hari, 27 Desember - 30 Desember.


Kamis, 27 Desember 2012
Pukul 09.00, saya, Meme, Faruq, Rijal, dan Ucup telah bersiap dengan carrier masing-masing. Oh, kecuali saya, hanya saya yang membawa daypack karena memang semua barang cukup muat dengan hanya membawa 4 carrier. Lagipula, ini pendakian pertama saya dan teman-teman sangat berbaik hati untuk tidak memberatkan beban saya. Hahaha.
Pukul 09.30, kami berangkat dengan 3 kendaraan bermotor. Perlu dicatat, sangat penting untuk menservis motor terlebih dahulu sebelum melakukan perjalanan ke gunung, yang notabene jalanan menuju Ranu Pani itu sangat menanjak dengan kondisi jalannya yang rusak di titik-titik tertentu.

Pukul 13.05, kami tiba di Ranu Pani dengan disambut hujan. Setelah parkir motor dan ke kamar kecil, kami urung menuju Pos Registrasi karena melihat banyak segerombolan anak pramuka di pos tersebut. Kami memutuskan melipir ke warung sebentar dan akhirnya Faruq memutuskan langsung berangkat tanpa registrasi terlebih dahulu (harap jangan ditiru perbuatan ini).

Jam tangan saya menunjukkan pukul 13.26 ketika kami mulai start mendaki melalui jalur Ayak-Ayak, dengan perkiraan waktu tiba di Ranu Kumbolo antara pukul 4 atau 5. Karena medan Ayak-Ayak cukup menanjak, kami terlalu sering berhenti, mengatur napas dan perkiraan kami meleset. Pukul 5, kami baru turun Pelawangan dan disambut padang sabana. Ada sedikit keganjilan yang dialami oleh Meme, langit sudah tampak gelap ketika kami berjalan menembus padang sabana. Meme melontarkan pertanyaan, "Ruq, bau wangi ya?"
Seketika itu dia langsung jatuh keseleo. Beruntung tidak terlalu parah dan masih bisa dibuat jalan (tapi setiba di Malang kakinya bengkak kebiruan).

Tiba di Ranu Kumbolo pukul 18.16, Ucup segera mendirikan tenda, empat yang lainnya menyiapkan makan malam. Setelahnya, kami berlima tidur berdesakan di dalam tenda yang seharusnya kapasitasnya muat untuk 4 orang.

Jumat, 28 Desember 2012
Pukul 04.00 alarm HP Ucup berdering, kami bangun dan memasak air untuk membuat minuman hangat dan sarapan, sementara Ucup menyiapkan DSLR untuk memburu sunrise, yang kami harapkan akan terbit persis di belahan bukit. Dan ternyata, matahari dengan malu-malu muncul di sebelah kanan bukit. Yahh... :(

Makhluk-Makhluk Kelaparan

Sunrise, Seharusnya...

Pukul 08.20, setelah berkemas dan mengisi penuh botol-botol air minum, kami mulai jalan melewati Tanjakan Cinta. Saya rasa, kita semua tahu tentang mitos Tanjakan Cinta ini yang barang siapa berhasil melewatinya tanpa menoleh ke belakang sembari memikirkan orang yang kita suka maka harapannya akan terkabul. Antara percaya dan tidak, saya dengan Meme melakukan hal tersebut dan yang ada di pikiran kita adalah "Skrispsi dan Lulus". Hahaha. Ah, tapi pemandangan Ranu Kumbolo dari sini amat sangat sayang jika dilewatkan, maka sering-seringlah menoleh ke belakang. :D
*kiri ke kanan* Ucup. Meme. Faruq. Saya. Rijal.

5 Cm mah lewat... :))

Sukses melewati Tanjakan Cinta, kami menembus padang sabana seluas 2,5 KM, Oro-Oro Ombo. Kemudian masuk ke Cemoro Kandang, dimana rutenya cukup menanjak dan menguras tenaga. Selanjutnya, melewati jalan setapak di Jambangan yang cukup landai, langkah kami percepat.

Tiba di Kalimati pukul 12.00, seperti sebelumnya, Ucup segera mendirikan tenda, dan empat yang lainnya menyiapkan makan siang. Selesai makan, Faruq dan Ucup menuju Sumber Mani untuk mengisi botol-botol air minum (lagi). Sesuai rencana, sembari menunggu sore kami memutuskan tidur-tidur ayam. Suhu di Kalimati lebih dingin dibandingkan dengan di Ranu Kumbolo, ditambah suara desau angin yang seperti desisan mesin-mesin di pabrik.
Jambangan - 2600 mdpl

Kalimati - 2700 mdpl

Puncak Mahameru dari Kalimati

Pukul 17.00, kami memasak makanan untuk yang terakhir kalinya sebelum melakukan perjalanan berikutnya. Selesai makan dan sebelum tidur lagi, kami menyiapkan bekal dan atribut (jaket, sarung tangan, head lamp, dsb.) untuk perjalanan tengah malam menuju puncak.

Pukul 23.00 alarm berdering, kami bergegas memakai atribut. Terlihat beberapa rombongan yang juga tengah bersiap berangkat. Berdoa.
Kami menelusuri jalan setapak menuju Arcopodo. Jarak 1,2 KM terasa berat karena medan yang menanjak ekstrim, kami bahkan beberapa kali disalip oleh rombongan yang berada di belakang kami.

Sabtu, 29 Desember 2012.
Pukul 00.25 tengah malam, kami tiba di Arcopodo dan mengambil jeda 15 menit untuk istirahat. Kemudian melanjutkan perjalanan menuju Cemoro Tunggal. Medan semakin menanjak ekstrim dengan jurang di sisi kanan-kirinya. Di ketinggian 3200 mdpl ini, di tengah engahan napas kami yang mulai kepayahan, kami disuguhkan dengan pemandangan langit yang luar biasa. Melihat gemerlap cahaya kota Malang di kejauhan. Bergegas.

Lepas Cemoro Tunggal, disini pendakian yang sebenarnya baru di mulai. Lautan pasir dan batu sepanjang mata memandang ke atas. Benar-benar menguras tenaga melewati hamparan pasir dengan kemiringan sekitar 60 derajat. Masih diuntungkan karena musim hujan yang membuat pasir menjadi basah, itupun beberapa kali pasir masih merosot jika dipijak. Bahkan untuk sekedar mencari tempat duduk untuk istirahat kami harus benar-benar memastikan pijakan yang kuat. Diawal-awal, saya malah istirahat sambil berdiri mematung karena tidak berani duduk. Duduk berarti menghadap ke bawah. Sekedar untuk menoleh ke samping pun saya enggan. Ya, saya phobia ketinggian.Tapi toh akhirnya saya memberanikan duduk (itupun harus diapit oleh kedua teman dan dipegangi tangan), karena tenaga benar-benar terkuras.
Puncak kala itu adalah PHP, tertutup kabut seolah-olah puncak terlihat lebih dekat. Dengan perkiraan waktu tiba pukul 4 atau 5, demi memburu sunrise di puncak. Walhasil, ketika cahaya fajar kemerahan menelisik arak-arakan awan, kami masih harus menempuh 2 jam pendakian. Jadilah kita menikmati sunrise di lautan pasir. Toh, pemandangannya dari situ juga tidak kalah menakjubkan. Berdecak.

Jam tangan saya menunjukkan pukul 6 ketika beberapa pendaki bahkan sudah ada yang mulai turun. Salah satu mas-mas menyemangati kami.
"Masih lama nggak sih, Mas?" Saya bertanya dalam tarikan napas satu dua. Terengah.
"Kalo santai paling sejam. Kalo jalan cepet setengah jam nyampe." Sambil lalu. Mas-mas menyemangati lagi.
Saya nyengir. Geleng-geleng. Rasanya sudah tidak kuat. Berjalan sambil merangkak-rangkak. Demi melihat saya seperti itu, Faruq akhirnya berbaik hati menarik saya. Sementara Ucup sudah medahului kami, jauh. Meme dengan ditarik Rijal, menyusul di bawah. Lapar mulai melanda.

8 jam berjuang, pukul 06.40, kaki saya untuk pertama kalinya menjejak puncak. Puncak Mahameru. Puncak tertinggi di Jawa. Subhanalloh. Hal pertama yang saya lakukan adalah duduk. Ya, duduk di sini adalah anugerah Tuhan yang tidak kita sadari selama ini. Hanya duduk.
5 menit berikutnya, menyusul Rijal dan Meme. Berfoto-foto sebentar. 10 menit, asap Jogring Saloko mengepul. Kami memutuskan segera turun.
Fajar Menjelang di Lautan Pasir

Mendaki Gunung, Lewati Lembah. *Nyanyik*

Samudera Awan - Puncak Mahameru

Apa kubilang? 5 Cm mah lewat. Hahaha.

Pukul 10.00, kami baru sampai di Kalimati. Cukup lamban mengingat persediaan air habis di tengah perjalanan turun dan kelaparan semakin menjadi. Ucup dan Faruq segera ke Sumbermani untuk mengisi botol-botol air minum, Saya dan Meme menyiapkan makanan, sementara Rijal tiduran di tenda karena masuk angin.

Selesai makan, melemaskan badan dan berkemas. Pukul 13.20, kami mulai meninggalkan Kalimati diiringi hujan. Karena medan menurun, langkah kami percepat. Bahkan keluar dari Cemoro Kandang memasuki Oro-Oro Ombo, kami memutuskan tidak beristirahat, terus melanjutkan perjalanan.

Foto Terakhir di Oro-Oro Ombo

Nah, kelihatan kan siapa yang nggak bawa carrier? Hahaha

Pukul 14.53, sampai di Ranu Kumbolo kami istirahat. Setengah jam kemudian, melanjutkan perjalanan menuju Ranu Pani. Kali ini kami memilih lewat jalur konvensional, dengan saya memimpin di depan, terus mempercepat langkah. Hari itu kami bersisipan dengan banyak pendaki yang menuju Ranu Kumbolo, beberapa kami jumpai rombongan sekeluarga-besar. Euforia 5 Cm benar-benar membuat orang berhasrat untuk mendaki Semeru.

Pukul 19.50, kami sampai di Ranu Pani, istirahat sebentar kemudian langsung memacu motor menuju Malang malam itu juga.
Apes adalah ketika sampai di Desa Ngadas, di jalanan lengang dengan sisi kanan-kiri hutan, salah satu motor kami rantainya putus. Persis setelah Rijal bertanya ke saya, "Mel, nyium bau wangi nggak?". Beruntung karena jalannya menurun jadi tidak perlu repot mendorong motor. Sampai di Tumpang kami akhirnya menemukan bengkel.

******

Pukul 23.00, kami sampai di Malang. Karena naga dan anaconda di perut semakin memberontak, kami keliling mencari penjual nasi. Pulang ke kost Faruq pukul 12 malam, mandi dan masih asyik mengobrol sampai pukul 3 dini hari. Semua memang tidak sesuai rencana. Pendakian yang seharusnya 4 hari bisa kami selesaikan dalam waktu 3 hari.
Dan Mahameru, saya masih merasakannya malam itu. Tentang kenangannya, sampai detik ini. Sampai nanti, ketika saya kembali.




2 Comments

Amelia. Powered by Blogger.