Cing,
mungkin kau bisa membayangkan bagaimana ekspresiku kala senja telah bersiap pulang ke peraduannya saat itu, di beranda rumah aku menghabiskan sore dengan ibuku dan teman karibnya —yang sekarang aku menyebutnya calon mertuamu. Aku tengah menimang cucu calon mertuamu ketika tiba-tiba ibuku bilang, "Bobby sama Titis mau tunangan loh, El." Aku terperangah barang sejenak, menoleh ke arah ibuku dengan tatapan tidak percaya. Tentu saja karena aku anaknya, ibuku bisa mengartikan maksud tatapanku, sekali lagi, "iya, nggak percaya kan? Tanya aja ke *menyebut calon mertuamu*" sambil berpaling ke arah calon mertuamu untuk menyakinkan aku. Dan calon mertuamu itu tersenyum.

*****

Cing,
aku akan sedikit mengingatkanmu tentang awal perjumpaan kita. Kala itu, kita yang masih bocah ingusan dan sama-sama belajar mengaji di TPQ (Taman Pendidikan Al-Qur'an) yang sama, secara tidak langsung aku mengenalmu dari sepupumu yang saat itu adalah teman karibku, satu diniyah denganku. Melihat dari penampilanmu, aku membatin, "pasti dia anak urakan." Kau yang mengaji dengan pakaian casual tidak dengan busana muslim seperti selayaknya anak TPQ. Aku bahkan sempat meremehkanmu, pun karena diniyahmu terpaut satu tingkat dibawahku meskipun kita seumuran. Ah, tapi toh akhirnya kita diwisuda secara bersamaan.

Read More ...


Amelia. Powered by Blogger.