Aku tidak punya kenangan khusus dengan Bapak. Beliau seperti bapak kebanyakan (mungkin), tidak terlalu dekat dengan anak-anaknya. Tapi Bapak selalu mengajarkan dan menanamkan sikap tegas kepada anak-anaknya, terlebih mengenai sholat 5 waktu. Bapak tidah pernah tolerir untuk urusan yang satu ini. Bahkan tidak segan memukul jika kedapatan anak-anaknya meninggalkan sholat. Aku punya cerita untuk yang satu ini.

*****

Di satu pagi yang basah karena hujan mengguyur semalaman, aku baru bisa memejamkan mataku tepat 5 menit sebelum azan Shubuh berkumandang. Seperti biasa, dengan headset di kuping memutar kidung pengantar tidur dengan volume yang tidak bisa dibilang pelan. Konserto No. 1 pada E major, Op. 8, RV 269, "La primavera", salah satu set dari 4 konserto Four Seasons milik pendeta sekaligus komponis musik barok dari Italia, Antonio Lucio Vivaldi, yang Shubuh itu tengah membuai telingaku memasuki alam bawah sadar. Tak lama setelahnya, aku seperti bermimpi Bapak berteriak-teriak memanggilku. Aku bergeming, lamat-lamat suaranya lindap diantara gesekan biola sang maestro yang sedang memainkan bagian Largo.


BYUUUR! Aku tergagap seketika, megap-megap. Wajah, bantal, dan sebagian baju tidurku basah. Aku melepas headset.

"DIBANGUNIN DARI TADI NGGAK BANGUN-BANGUN. KAMU NGGAK SHOLAT SHUBUH, HAH???!!"

Aku mengusap kebas wajahku, beranjak dari kasur. Bapak sedang mengomel. Marah besar lebih tepatnya. Ketika hendak melangkah ke luar kamar dan pergi ke kamar mandi, tiba-tiba seonggok gayung bekas untuk menyiram wajahku tadi melayang ke arahku, mengenai pundakku. Cepat-cepat aku mengambil air wudhu, kemudian masuk ke sembahyangan. Pun cepat-cepat pula merapalkan doa qunut. Berdoa sebentar, kemudian hendak melangkahkan kaki lagi masuk ke dalam kamar. Melanjutkan tidur, pikirku.

Mimpi tinggallah mimpi. Bapak sudah menunggu di depan kamarku. Dengan muka merah padam.

"JAM BERAPA INI KAMU BARU SHOLAT SHUBUH???!!"

Aku melirik jam dinding yang terpampang di ruang tengah, tepat bersebelahan dengan kamarku. 05.37.

PLAAAK!! Sebuah tabokan mendarat di keningku.

"MAU JADI APA KAMU KALO TIAP SHUBUH BANGUN HARUS DIBANGUNIN DULU???!!"

Hal yang harus digaris-bawahi ketika bapak sedang bertanya dalam kondisi marah adalah jangan pernah sesenti pun membuka mulut untuk menjawab. Tidak akan efektif. Toh menjawab atau tidak yang didapatkan akan sama saja, sebuah pukulan.

Setelahnya, pukulan demi pukulan melayang bertubi-tubi dari ke wajah sampai ke punggung. Beberapa kali, sambil terus memarahi. Sedangkan aku sudah tersungkur di depan pintu kamarku.

"BAPAK NGGAK SUKA PUNYA ANAK YANG NGGAK SHOLAT. KALO KAMU OGAH-OGAHAN DISURUH BANGUN PAGI BUAT SHOLAT SHUBUH, MENDING KAMU KE LUAR DARI RUMAH!!"

JEGEEEEERR! Seperti dihantam batu besar, tiba-tiba kepalaku pening. Lebih pening mendengar kalimat tersebut daripada dipukul belasan kali. Sebelum akhirnya adikku, yang perawakannya paling besar di rumah mencegah Bapak yang hendak memukulku lagi.

"AWAS BESOK KALO KAMU MASIH HARUS DIBANGUNIN LAGI. BAPAK NGGAK MAU TAU, BESOK KALO JAM 5 KAMU BELUM BANGUN. BAPAK SIRAM AIR SE-BAK!!"

Kemudian adikku membantuku berdiri. Tidak. Sedikitpun aku tidak merasa kesakitan karena pukulan bertubi-tubi tadi. Sudah biasa. Entah, Bapak selalu uring-uringan kalau sedang kalap. Biasanya juga tidak seperti ini, aku selalu dibangunkan dengan pelan-pelan. "Nduk, bangun! Sholat shubuh dulu. Nanti boleh tidur lagi." Begitulah biasanya.

"BESOK HARUS BANGUN PAGI SENDIRI. JANGAN ADA YANG NGEBANGUNIN. ABIS SHOLAT JANGAN TIDUR LAGI. DAN SEBAGAI HUKUMAN, MULAI SEKARANG ABIS SHOLAT MAGHRIB HARUS BACA SURAT YASIN SAMA SURAT AL-WAQI'AH!!!"

*****

Bapak adalah muslim yang ta'at. Sejak kecil dididik untuk tidak pernah sekalipun meninggalkan sholat 5 waktu oleh kakekku. Jangan pernah sekali-kali terlihat oleh Beliau meninggalkan sholat, Bapak bisa marah besar. Pun ketika anak-anaknya di perantauan, Bapak selalu rajin mengingatkan anak-anaknya untuk selalu sholat. Katanya, mending jadi orang bodoh sekalian daripada jadi orang yang tidak pernah sholat. Dan Bapak memaksa anak-anaknya untuk menggigit pemahaman tersebut.

Pada kesempatan melepas senja di beranda rumah bersama Bapak, beliau pernah berujar, "wong kuwi nek tangi bengi-bengi, ojo mung mlebu jedhing tok njuk turu maneh, ning ndang wudlu lan sholat." (orang kalau bangun malam-malam, jangan cuma masuk kamar mandi terus tidur lagi, segera wudhu dan sholat)


One Comment

  1. Amel, ceritanya serem. :|

    Musik emang melenakan, ya, Mel. Terlalu bergantung sama musik, bikin hati kita jadi kayak batu. Yang paling kerasa adalah dengan sering banget dengar lagu seringkali bikin shalat kita jadi nggak khusyuk. :(

    Perintah bapakmu untuk melakukan shalat itu memang benar dan kamu pasti tahu itu. Beliau menyimpan tanggung jawab anak2nya kelak di akhirat nanti. Mungkin caranya terlalu berlebihan menurutmu, tapi ambil baiknya aja. Jangan pernah tinggalin shalat 5 waktu lagi. Dan, mudah-mudahan kamu bisa jadi anak yang membantu ayahnya masuk surga, mengingat seorang anak perempuan yang akan membuka pintu surga bagi ayahnya kelak.

    Sabar ya, Mel.

    ReplyDelete

Amelia. Powered by Blogger.