"Kamu gimana sekarang? Sama siapa?"

"Aku baik. Sekarang lagi sama guling. Hahaha."
"Serius, Nyuk. Tumben betah lama-lama ngejomblo?"
"Lama-lama ngejomblo? Baru 3 bulan ini. Masih bentar, ah."
"Perasaan itu udah lama deh. Biasanya kamu kan cepet MOVE ON."

Oke, cukup. Obrolan di atas adalah percakapan saya dengan Rani, teman akrab saya dari SMP, beberapa hari lalu melalui pesan singkat. Dia tahu, 3 bulan yang lalu saya mengadu terisak tentang perpisahan dan resmi kembali menjalani rutinitas sendiri.
Ada ucapannya yang membuat saya mengernyit, tentang move on dan "lama menjomblo". Teman saya ini, sepertinya melabeli move on dengan "telah menemukan seseorang yang baru". Tidak, saya tidak sependapat dengan pemahamannya tersebut. Umm...
*****

Move on, dalam kamus urban didefinisikan: jump out of the troublesome stuffs and go on with your life; Stop to go on making a happy living from all the pains that you had.

Move on, untuk ukuran orang yang katakanlah-baru-putus-cinta adalah proses bangkit dari hal-hal yang membuat kita sesak, dari hal-hal yang membuat kita merasa sakit dan terluka karena sebuah perpisahan yang belum siap kita terima. Adalah proses penerimaan atas keputusan-keputusan menyakitkan. Kembali menjalani rutinitas sewajarnya, seperti sedia kala ketika kita juga masih sendiri.
Tidak ada melupakan di sini. Apalagi penyesalan. Kita hanya perlu menyisihkan potongan kenangan-kenangan tentangnya, menyimpannya di sudut hati. Ikhlas. Kemudian melanjutkan sisa perjalanan kita sendiri, tanpa perlu mengungkit yang telah lalu. Berdamai, bukan melupakan.

Lantas, apa yang membuat kita terpaku lama menatap tempat kosong itu? Tempat yang telah ditinggal olehnya? Beberapa bahkan sampai tersungkur, cemas dengan perasaan sendiri. Tenggelam meresapi kehilangan. Linglung menjalani rutinitas yang biasanya dilakukan berdua. Semuanya karena perasaan. Di masa-masa menyedihkan seperti itu, kita terkadang membenarkan perasaan bahwa kita tidak akan bisa menemukan yang lebih baik lagi. Kita telah yakin dengan perasaan saat itu. Kita sudah menemukan yang pas di hati. Konyol! Pikiran-pikiran semacam itu yang membuat proses move on jadi terasa berat. Bahkan enggan.

Tidak ada yang salah dengan bersedih hati, menangis, merenung, merasa terluka dan perasaan-perasaan miris lainnya. Atau lazimnya anak muda jaman sekarang menyebutnya galau. Sedangkan galau sendiri adalah siklus dari move on tersebut. Tak ada galau, tak ada move on. Begitulah kira-kira.

Saya sempat bertanya kepada salah satu teman yang baru saja putus dengan pacarnya, tentang definisi move on menurut dia. Dia bilang, move on adalah reinkarnasi habis-habisan dalam belenggu kebiasaan lama, kemudian lahir menjadi janin muda yang tak mengenal lagi bayangan hitam di belakangnya. Daleeeem!

Ada yang bisa dengan cepatnya move on, dalam hitungan hari. Tapi yang baru bisa move on dalam hitungan tahun juga tidak sedikit. Alasannya? Kita belum bisa melepas bayangannya yang terus menguntit kemanapun kita pergi. Menggenggam erat kenangan-kenangan tentangnya.
Tidak ada ukuran waktu kapan seseorang diharuskan untuk move on. Setiap orang mempunyai tenggat waktunya masing-masing, sesuai perasaannya, sampai berkata, "kenapa aku terus-terusan begini? Ah, bodoh! Aku harus menata hidupku lagi. Sendiri. Tanpa dia." Atau dengan umpatan, "anjing! Ngapain gue cape mikirin dia? Dia aja belum tentu mikirin gue."
Juga tidak ada yang berhak memaksa kita untuk move on, sekalipun itu sahabat terdekat. Kalau ada teman yang menyuruh kita untuk cepat-cepat move on, hey... apa dia tidak pernah merasakan yang seperti ini? Urusan perasaan tidak segampang membalik telapak tangan. Kecuali kalau kita memang tidak benar-benar sayang. Perasaan kita ini, kita sendiri yang berhak membereskannya.

Move on juga bukan berarti kita harus secepatnya menemukan yang baru, pengganti untuk kekosongan hati. Kalaupun ada yang seperti itu, menandai move on dengan harus punya kekasih baru, saya jadi ragu, itu move on atau pelarian?
Jangan-jangan dengan segeranya kita menemukan pengganti (lagi), kita hanya sedang berusaha menghibur diri, mengisi kekosongan seadanya, tanpa perlu memikirkan perasaan kita yang sebenarnya. Padahal bisa jadi, ketika itu hati kita masih tertinggal jauh di belakang, masih berharap dengan yang lama, memaksakan perasaan untuk suka dengan si pengganti ini. Seadanya. Tidak tulus.
Coba pikirkan perasaan orang-baru tersebut jika dia tahu bahwa kita tidak sungguh-sungguh dengannya, bahwa kita masih berkutat dengan kenangan-kenangan masa lalu. Sakit? Ah, saya pernah merasakan yang seperti ini. Merasa hanya dijadikan sebagai "pelarian" semata. Hanya menjadi bayang-bayang. Tertipu.

Intinya, menurut saya, putus dengan orang yang kita sayang memang menyakitkan. Sewajarnya, kita memang harus merasakan sakit, terluka. Kehilangan. Tapi tidak sepantasnya kita berusaha secepatnya mencari "seseorang-yang-baru", bukan? Nikmati dulu saat-saat seperti ini. Mengecap getir. Melewati malam panjang dengan isakan tertahan. Helaan napas tertahan. Sesak. Seperti kata Efek Rumah Kaca dalam Melancholia-nya, "nikmatilah saja kegundahan ini. Segala denyutnya yang merobek sepi. Kelesuan ini jangan lekas pergi. Aku menyelami sampai lelah hati."
Sampai pada satu titik kita merasa cukup. Cukup dengan hal-hal yang membuat kita kebas. Membereskan kepingan. Menyisihkan kenangan. Move on. Menatap ke depan, mulai berjalan. Sendiri. Mulai membiasakan diri dengan rutinitas (yang-dulu-sering-kita-lakukan-berdua) sendiri. Tentu saja, kembali ceria (lagi). Sampai kita benar-benar menemukan seseorang-yang-baru tulus karena perasaan. Entah kapan. Yang jelas bukan sebagai pelarian. Seperti penggalan sajak "If You Forget Me" dari Pablo Neruda berikut.

Well, now,
if little by little you stop loving me
I shall stop loving you little by little.

If suddenly
you forget me
do not look for me,
for I shall already have forgotten you.

If you think it long and mad,
the win of banners
that passes through my life,
And you decide
to leave me at the shore
of the heart where I have roots,
Remember
That on that day,
at that hour,
I shall lift my arms
And my roots will set off
to seek another land.

*****

Sembari menuliskan postingan ini, saya ditemani satu lagu dari Rascal Flatts. I'm Movin' On. Ah, betapa syahdunya menikmati kebangkitan setelah jatuh. There comes a time in everyone's life. When all you can see are the years passing by. And I have made up my mind that those days are gone.


3 Comments

  1. setuju sama kamu. move on itu bukan melupakan, namun hanya menyisihkan potongan kenangan-kenangan tentangnya.

    ReplyDelete
  2. sesuai definisinya, move on artinya bisa beraktifitas seperti biasanya.

    ReplyDelete

Amelia. Powered by Blogger.